Pohon jati merupakan komoditas terbesar di Desa Purwodadi dengan jumlah pohon 1.219.059 batang. Karakteristik pohon jati yang menggugurkan daunnya setiap musim kemarau memberikan sebuah masalah baru bagi masyarakat sekitar. Daun-daun kering yang gugur ini menjadi sampah yang belum termanfaatkan secara baik dan mengganggu pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan daun jati kering di Desa Purwodadi dalam bentuk pembuatan briket dengan bahan daun jati kering. Sampel daun jati kering langsung diambil dari Desa Purwodadi. Dari daun jati kering tersebut dibuat briket dan diuji sesuai parameter dari standar nasional briket yang ada, dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan standar tersebut.
Sampel daun jati kering terlebih dahulu diuji nilai kalorinya. Pengujian nilai kalori daun jati kering dilakukan di laboratorium dengan menggunakan bomb-kalorimeter. Dari hasil pengujian didapatkan bahwa nilai kalori dari daun jati kering berkisar antara 3902 – 4117 kal/gr. Langkah awal pembuatan briket daun jati kering dimulai dengan melakukan pirolisis atau pengarangan daun jati kering. Pirolisis dilakukan di laboratorium dengan menggunakan pirolisis vakum. Hasil pirolisis yang berupa arang selanjutnya dihaluskan. Arang daun jati kering kemudian dicampur dengan dengan air dan perekat dengan perbandingan antara arang dengan air adalah 1:1 dan komposisi perekat seberat 10% dari berat arang. Bahan kemudian dicampur lalu dicetak menggunakan pencetak briket. Briket daun jati kering lalu dikeringkan dan setelah kering, dilakukan pengujian terhadap parameter sebagaimana dipersyaratkan dalam standar briket nasional. Parameter yang diuji adalah nilai kalori (kal/gr), kadar uap (%), kadar abu (%), kadar air (%), kadar zat menguap (%), kadar karbon terikat (%), kerapatan (g/cm3), dan keteguhan tekan (kg/cm2). Pengujian dilakukan hanya dengan dua kali pengulangan. Hasil pengujian ditunjukkan oleh Tabel 1, sedangkan perbandingan antara hasil penelitian ini dengan standar briket yang ada ditunjukkan oleh Tabel 2.
Tabel 2 memperlihatkan bahwa hampir semua parameter kualitas briket arang daun kering masih belum memenuhi standar yang ditetapkan, kecuali untuk parameter kadar air dan kerapatan briket. Karena itu, briket daun jati kering perlu dicampur dengan bahan yang memiliki nilai kalor yang tinggi, yaitu tempurung kelapa. Tujuan pencampuran ini aalah agar nilai kalori dari briket daun jati kering memenuhi standar briket nasional.
Komposisi campuran antara arang daun jati kering dan arang tempurung kelapa yang digunakan pada tahap selanjutnya berturut-turut adalah 90%:10%, 80%:20% dan 70%:30%. Proses pembuatan briket arang tersebut mengikuti proses sebagaimana sebelumnya. Kemudian, dilakukan pengujian laboratorium terhadap parameter-parameter sebagaimana dipersyaratkan oleh standar. Hasil pengujian tersebut ditunjukkan oleh Tabel 3
Tabel 3 memperlihatkan bahwa briket arang hasil pencampuran antara arang daun jati kering dan tempurung kelapa memperlihatkan kenaikan nilai-nilai parameter uji. Misalnya, kadar air berkurang dari 6,41% hingga mencapai 5,58%. Demikian pula dengan kadar abu yang mengalami penurunan nilai secara signifikan hingga mencapai 21,8%. Nilai kalori mengalami peningkatan hingga lebih dari 500 kal/gr, dengan peningkatan yang linear sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1. Nilai kalori daun jati setelah dibuat briket arang jauh lebih tinggi bila daun jati masih hanya berupa sampah daun jati kering (yang hanya 3902 – 4117 kal/gr). Meskipun nilai kalor masih di bawah standar yang dipersyaratkan, tetapi hasil penelitian lain memperlihatkan bahwa nilai kalor sebesar 5800 kal/gr memiliki nilai yang relatif tinggi dan layak untuk dijadikan bahan bakar. Tabel 3 juga memperlihatkan bahwa komposisi campuran arang daun jati kering dan tempurung kelapa 70%:30% memiliki nilai parameter yang terbaik bila dibandingkan dengan komposisi campuran yang lain.
Meskipun mengalami peningkatan kualitas, tetapi briket arang tersebut masih belum memenuhi persyaratan standar sebagaimana sebelum dilakukan pencampuran (lihat Tabel 4). Meskipun demikian, beberapa paremeter masih memenuhi nilai yang layak menurut beberapa peneliti. Kadar abu misalnya, masih memenuhi syarat menurut Munas (2012) yang menyaratkan kadar abu berkisar antara 5 – 40%.
Metode pengujian dalam penelitian ini hanya dilakukan dua kali pengulangan, akan lebih baik jika dilakukan lebih dari itu. Meskipun demikian, produk yang dihasilkan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai komoditas unggulan daerah. Apalagi jika hal ini didukung oleh kajian yang lebih komprehensif tentang pengembangan alat untuk pirolisis yang murah tetapi handal serta mudah dioperasikan oleh penduduk.
Atik Nurul Laila1,* dan Shohib Dzarul Arham1
No comments yet.